@==(o_o)==@

Frengky: meskipun didasari keisengan, tapi semua dilakukan secara sengaja, so.. apa yang terdapat di dalamnya bukan merupakan hasil buah pikir yang ngasal ! ---------- Oleh karena itu selamat datang dan semoga bermanfaat. ---------- Salam Sejahtera. ---------- SEMANGAT !

HOME

Selasa, 27 April 2010

Jumat, 23 April 2010

Laptop Baru, Semangat Baru

Sudah lebih dari sepekan laptop ini ku miliki, namun nyaris tak ada tulisan yang ku buat untuk mengisi memori di dalamnya. Saat ini, aku hanya menikmati lagu-lagu, merefresh ingatan ku tentang memori yang tersimpan pada foto dan bergame ria. Sekali-kali aku mengedit foto, namun standar editan foto menurutku masih biasa saja. Maklum, aku hanya memakai fasilitas yang ada di laptopku saat ini (paint dan microsoft office picture manager). Terus kapan ada tulisannya?
Padahal, sudah 3,5 tahun ini aku berkuliah pada jurusan yang menuntut ku untuk terus menulis, maklum menulis akan menuntun ku tiba di sebuah media. Aku harus memulainya. Memulai kembali menulis. Yah, minimal untuk bekal dalam perjalanan panjangku di dunia ini. Nanti keburu tua. Keburu alot. Mmmmm.. Ku pikir tak salah jika ada pepatah yang menyatakan pisau harus diasah. Supaya ga tumpul pastinya. Tajam setajam silet. Nah, kan ku yakini pisauku akan tetap tajam sampai saatnya tiba.
Hore, akhirnya aku mulai menulis juga untuk memori laptop ini. Namun, ini bukan berita, feature, karya jurnalistik, tugas atau apapun yang berhubungan dengan jurusan yang ku ambil, tapi.... mmmmm... ini jenis tulisan apa ya? Bodo amat lah. Apapun itu, biarlah tulisan ini menjadi sebuah makna dari, untuk, oleh Frengky. Jadi, suka-suka ku untuk menulis apa, karena ini hanya bermakna untuk diriku sendiri (egois dulu ah..hehehe).
Akhirnya aku punya kewenangan akan tulisanku. Kalau boleh aku menulis judul. Yah tentunya boleh, karena sepenuhnya hak milik aku yang pegang. Judul yang enak apa ya? (pikirku). Bagaimana jika, laptop si Frengky? Tapi ngga ah, sudah di pakai oleh si Unyil. Jadi apa dong? Mmmmmmmmm.... sesuai keadaan saja deh. Ya begini saja deh.

Sudah Malam, Mata ku Sakit, Tapi Ngga Apa-apa Dah Yang Penting Ada Hasilnya

Malam memang sudah menunjukkan jati dirinya saat aku mulai menulis dimalam pertama. Pastinya gelap. Angin dingin pun sudah dari tadi menyapu tubuhku. Di luar sana, di sebuah jalan di depan rumahku memang terekam sunyi-sepi. Tak ada lagi suara lalu-lalang kendaraan bermotor dan detak kaki orang berjalan mampir ke telingaku. Hanya, sesekali suara gonggongan anjing lewat di pendengaranku. Bersahut-sahutan. Maklum, sebagian besar orang yang tinggal di pemukiman rumah ku adalah halak hita (orang batak maksudnya) yang doyan memelihara biang (sebutan untuk anjing dalam bahasa batak).
Nah, suasana yang tenang seperti ini menurutku enak untuk menulis. Ngga ada yang ganggu. Cuma aku dan alat menulisku, plus lagu-lagu yang terus berputar menemani malamku. Lah ngga tenang dong? Lagunya ngga ngeganggu? (pikirku). Ya nggalah. Lagu bagiku, penyemangatku. Jika boleh membuat perumpamaan, layaknya ribuan suporter yang terus mendukung tim kesayangannya, seperti itulah lagu buatku. Lagu membuatku terus berusaha mencetak gol. Mencetak keberhasilan. Paling tidak untuk saat ini. Ya, lagu berhasil menahan rasa kantukku untuk beberapa lama.

to be continue di malam yang sama seperti ini.......

Akhirnya malam selanjutnya datang kembali. Serupa dengan tempo lalu, di malam ketika aku mulai menulis dan berbagi dengan sang laptop. Kenapa ku bilang berbagi? Karena, semua yang ku rasakan, ku inginkan, ku tuangkan dalam kata-kata yang terangkai dari loncatan jari-jemariku di papan berhuruf putih ini. Ya, laptop telah menjadi teman di malamku menulis.
Hmmmmmm....
Kira-kira, hampir tiga jam sudah aku memandang tiap huruf, kata, kalimat yang bermunculan di layar buah hasil kerja sama otak dengan tarian jemariku. Ya, selama itu aku membuka bulat-bulat mata di tengah rona gelap ruang tamu. Sengaja ku matikan lampu, biar kemesraan menyelimuti malam ini. Sehingga memunculkan nafsuku. Nafsuku untuk menulis.
Alhasil, mataku terasa tak nyaman karena kondisi seperti ini. Begitu sakit, hingga membuat otakku terasa pusing. Betapa tidak, pupilku dipaksa untuk terus membesar menangkap cahaya yang hanya di pancarkan dari layar laptop. Ini suatu yang tidak normal bagi mata dan juga otakku.
Tapi ku pikir tak apalah. Hasil tercapai jika ada usaha. Usaha tak selamanya berjalan mudah. Banyak hadangan dalam detik, menit, hari, dan periode tertentu saat kita berusaha. Oleh karena itu, dalam mencapai hasil diperlukan suatu sikap yang pantang menyerah. Tak mudah kendor. Terus berjuang. Yayayayaya.
Haaaaaaaaaaaaahhhhhhhh...
Akhirnya kinerjaku membuahkan tulisan juga. Meskipun tak panjang, tapi inilah hasilnya. Hasil dari keinginanku untuk memberikan tulisan pertama bagi memori laptop ini dan sebuah keinginanku agar pisauku tetap tajam. GO.....GO.....GO.

Kamis, 22 April 2010

Hidupku seperti benda mati

Terdiam di tengah gelombang kehidupan yang terus berputar

Layaknya patung

Patung yang mati oleh minus hati

Dia tak peduli, meski Ia memiliki

Bahkan untuk melemparkan sedikit pandangan kepadaku pun tidak

Mungkinkah Ia sama denganku?

Hidup seperti benda mati

Ku benci seperti ini

Sungguh, dan bahkan sangat-sangat ku benci

Namun, dalam asa yang bergeliat dihatiku, ku harap Ia memperhatikanku

Memperhatikan diriku sebagai makhluk yang memiliki jiwa yang tak mati

Bukan patung yang membatu

Tidur, Sial Bagiku

Dalam perjalanan mengantarkan pacarku menuju terminal Blok M, otakku merekam momen. Ya, sebuah kisah di Kopaja 63, Depok-Blok M, yang membuat diriku menjadi aktor. Aktor yang kesal karena menjadi korban atas kantuk yang dialami penumpang lainnya. Tanpa panjang lebar, beginilah ceritanya:

Kala itu, mentari akan meninggalkan langit Lenteng Agung. Kisahku berawal dari halaman rumah makan Padang di dekat kampus. Di sana aku dan kekasihku menunggu bus kota yang akan mengantarkan kami ke Blok M. Cukup lama. Lebih dari setengah jam kami berdiri menanti dan melototkan mata ke arah lalu lalang kendaraan.

Sial, bus yang dinanti tak kunjung datang. Namun, kami tak bisa menyalahkan bus atau pengoperasinya. Mungkin macet tak terelakkan atau apapun dapat terjadi. Kami tetap sabar dan tak berpikir mencari jalan pintas untuk naik angkot ke terminal Pasar Minggu, kemudian melanjutkan dengan naik bus 75 yang juga menuju ke Blok M.

Kesabaran akhirnya tertuntaskan. Kopaja yang akan kami tumpangi terlihat dari kejauhan dan akhirnya menepi di hadapan kami. Lantas kami naik. Hmmm.. untungnya masih ada bangku kosong bagi kami untuk meletakkan pantat. Namun, kami tak bisa duduk berdampingan. Bangku kosong sebelahnya telah terisi orang. Tapi kami masih bisa berdekatan karena kami hanya dibatasi jalan – bersebrangan –.

Diawal perjalanan, kami masih bisa berbagi kata dan bercanda. Namun, sial bagi kekasihku. Mulai dari keluar tol ia tampak tak nyaman. Badannya selalu bergerak bak cacing kepanasan, menghindar dan bolak-balik melongo ke arah penumpang yang berjenis kelamin lelaki yang duduk di sampingnya. Berdasarkan pengamatan, pikirku mungkin karena penumpang disampingnya sedang mengambil handphone dan membutuhkan sedikit ruang untuk mengeluarkannya dari kantung celananya.

Namun, apa yang terjadi tak sejalan dengan pikirku. Posisi tubuh kekasihku tak kunjung berubah seperti saat pertama ia duduk di bus itu. Lantas aku menanyakan kepadanya kenapa. Dengan nada yang terdengar pelan akibat kondisi yang berisik – gemuruh mesin kopaja dan kendaran di sekitarnya – ia menjawab, “parah, tidur yang”. Ohhhh... ternyata kepala penumpang yang tidur di samping kekasihku mengarah ke badannya dan itu cukup mengganggunya.

Karena kasihan, tak berselang lama, aku menawarkan untuk saling bertukar tempat. Ya, akhirnya kami bertukar. Sekejap, rasa yang tadi di rasakan kekasihku ikut bertukar kepadaku. Dalam hati, pantas saja tak nyaman.

Apa boleh buat, kondisi seperti ini harus ku rasakan karena kondisi seperti ini bagian kehidupan sosial. Kehidupan dimana semua orang menjadi aktor dan melakoni perannya tanpa naskah yang terencanakan. Ini sebuah kenyataan. Sebuah fakta yang ada didalam masyarakat. Bukan hanya aku dan kekasihku yang merasakan hal seperti ini, tapi orang lain pasti pernah merasakannya juga diwaktu, tempat, kondisi yang berbeda.

Meski kepala sang petidur telah jatuh di pundakku, namun aku cukup sabar menghadapi lelapnya sang petidur. Dalam gelisah badan yang menahan tekanan kepala, sesekali bahkan berulang kali si gendut – panggilan ku untuk kekasihku – berulah. Ia terus mengisengi ku. Sembari tertawa, berkali-kali ia mendorong badanku. Maksudnya agar si empunya kepala terganggu, lantas bangun, kemudian membenahi kepalanya yang sejak tadi miring ke badanku. Dasar geeeennduutt...

Part 2

Tak lama kemudian, tepat di kursi di belakang kekasihku, salah seorang penumpang meninggalkan singgasananya, lantas turun dari kopaja. Sambil menoleh kebelakang, dalam hatiku sebuah harapan lantas terbesit. Di sana akan membuatku merasa lebih nyaman karena aku akan meninggalkan sang petidur yang sejak tadi membuatku menjadi bantalnya. Tak pikir panjang, aku segera memindahkan tubuhku untuk beralih ke kursi yang telah ditinggalkan. Tapi, mmmmmmm, hal serupa kembali kutemukan seperti di kursi sebelumnya. Ya lagi-lagi seorang lelaki. Lelaki berkepala cepak yang begitu nyenyak tertidur. Pikirku, tak apa-apalah, tak akan kembali menggangu kenyamanan sebab penumpang yang satu ini menyandarkan kepalanya kesisi yang berlawan denganku – ke jendela bus kopaja –.

Detik, menit berlalu. Dalam rentan waktu yang tak begitu singkat aku merasa nyaman. Posisi dudukku sesuai dengan apa yang ku inginkan.

Namun, tak berselang lama, nasib sial kembali tertuju pada ku. Entah karena gaduh atau jalan yang tak begitu mulus sehingga menimbulkan goncangan, membuat lelaki di sampingku tersentak. Tiba-tiba ia memelukku. Lingkaran tangannya ditubuhku sontak membuatku kaget. Dengan penuh amarah, aku mengalamatkan pandangan tajam ke arahnya. “Apaan nih?,” kecamku. Dengan mata yang masih setengah terbuka, ia menarik tangan lantas berkata, “sori, sori”. Ia tampaknya cukup malu sehingga membuang pandangannya keluar.

Aneh. Itulah yang ada dalam benakku. Entah karena ketidaksadaran yang luar biasa atau nafsu yang belum terselesaikan dengan kekasihnya sehingga membuatku menjadi korban untuk kedua kalinya. Namun, untuk kali ini akan ku masukan dalam catatan dipikiranku dan tak akan terlupakan. Nasib, nasib, nasib.

HAHAHAHAHAHAHA...................